Rabu, 20 Januari 2016

Menyoal Polemik Freeport (1) : RR vs SS

Beberapa waktu lalu publik disuguhi berita soal jurus "Rajawali Ngepret" ala Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli yang menyerang Menteri ESDM, Sudirman Said, sebagai menteri yang "keblinger" dalam urusan Freeport. Rizal menyebut kalau Sudirman melangkahi kewenangan Presiden dalam urusan Kontrak Karya Freeport. Dalam kontrak dijelaskan bahwa pembahasan Freeport hanya bisa dilakukan 2 tahun sebelum kontraknya habis di tahun 2021. Artinya jelas bahwa pembahasan baru bisa dilakukan di tahun 2019. Jika sekarang dibahas, maka menteri ESDM sudah melanggar aturan.

Mendengar hal itu, staf Kementrian ESDM sebut tuduhan yang dilontarkan Rizal tidak berdasar (baca disini : http://finance.detik.com/read/2015/10/16/122037/3045538/1034/rizal-ramli-sebut-sudirman-said-keblinger-soal-freeport-ini-jawaban-esdm ). Ini juga membuat orang heran, katanya mengklaim dapat instruksi dari Presiden tapi faktanya tidak ada instruksi khusus dari Jokowi selaku Presiden. Bahkan Jokowi dengan tegas menyebut masalah Freeport baru bisa dibahas tahun 2019. Artinya, Sudirman melanggar 2 aturan sekaligus. Pertama, melanggar UU (No.4 Tahun 2009 tentang konsentrat dan perpanjangan kontrak Freeport). Kedua, secara tidak langsung mencatut nama Presiden dalam urusan Kontrak Karya Freeport dengan melampaui kewenangan Presiden. Kalau memakai acuan ini seharusnya Sudirman layak di-reshuffle.

Bagi sebagian besar orang, Rizal Ramli dianggap "tong kosong nyaring bunyinya". Mungkin karena beliau juga aktif jadi aktivis di era Orde Baru. Apalagi "kepretannya" sukses membuat tambah gaduh pemerintah ini. Tapi jika dilihat track record seorang Rizal, tidak mungkin omongannya salah. Sebab Rizal sudah berpengalaman membuat Bos Freeport, James Moffett (sekarang tidak lagi menjabat) "bertekuk lutut" dihadapannya dalam percobaan penyuapan Freeport kepada Rizal. (http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/14/078709386/sambil-gebrak-meja-rizal-ramli-tolak-us-3-m-dari-freeport). Rizal pernah sebut kalau Freeport ingin memperpanjang kontrak, harus bangun smelter dan menaikkan nilai royalti tambang kepada pemerintah. Jika Freeport dinasionalisasi, menurut Rizal bisa membuat 1 US Dollar setara Rp 2.000,00. Sayang Sudirman masih keblinger (http://finance.detik.com/read/2015/10/12/143910/3042325/1034/rizal-ramli-perpanjang-kontrak-freeport-menteri-esdm-keblinger). Siapa yang benar? RR atau SS? Silahkan nilai secara objektif dan hati nurani.

Dari hal itu sebenarnya sudah jelas bahwa Freeport sudah banyak merugikan Indonesia sejak 1967. Melalui kontrak karya, Freeport leluasa "merampok" tambang kita berupa emas dan tembaga di Papua hingga hampir 50 tahun lamanya. Akuntabilitasnya meragukan. Ditambah pejabat yang ingin mendapat "jatah" dari Freeport. Indonesia hanya mendapat "ampas" saja. Sayang sekali, kalau ada menteri atau pejabat masih "melacurkan" dirinya demi kepentingan asing. Polemik ini akan terus berlanjut.

Bersambung

Kata Kunci : ESDM, Jokowi, Freeport, Rizal Ramli, Sudirman Said



Tidak ada komentar: