Selasa, 01 November 2016

Tak Ada Perang, Industri Senjata Limbung

  Image result for perang suriah

Perang. Topik utama berita dunia yang setiap hari tayang di media. Tidak ada bosan-bosannya di suatu negara terjadi perang hingga bertahun-tahun. Jutaan rakyat, hewan ternak, fasilitas, infrastruktur, dan uang melayang sia-sia. Semua dikorbankan demi perang untuk mencapai tujuannya.

Namun pertanyaannya, siapakah yang paling diuntungkan dengan adanya perang? Jawabannya industri senjata! Ya, industri inilah yang berperan besar jika terjadi peperangan. Mereka berlomba-lomba menggenjot produksinya hingga berkali-kali lipat agar bisa memenuhi permintaan jumlah senjata yang dibutuhkan dalam perangnya. Tak peduli berapa banyak korban tewas dan adanya pelanggaran HAM akibat perang dan konflik, mereka merengguk untung dari hasil penjualan senjata industri mereka. Apalagi ditambah persaingan blok barat dan blok timur yang masih terjadi pasca Perang Dingin.

Pada mulanya industri senjata dibuat agar memenuhi kebutuhan alutsista di negeri sendiri. Apalagi peranan industri senjata juga tak dapat dipisahkan dari kebutuhan strategis nasional. Selain itu juga memacu pertumbuhan ekonomi negara melalui sektor industri. Industri senjata merupakan sandaran utama kegiatan industri dalam situasi darurat/perang. Nah, bagian terakhir inilah yang dimanfaatkan betul oleh pelaku industri tersebut.

Tapi hal itu tak akan terjadi kalau tidak ada provokasi dan kebijakan politik. Ya, tanpa dua hal itu, perang tidak akan terjadi. Seperti pepatah, "tak ada asap tak ada api". Jika perang tak terjadi (dunia adem ayem saja), maka persenjataan dan alutsista sebagai produk industri senjata tidak akan laku. Kalaupun laku itu hanyalah dipakai untuk kegiatan latihan atau ekspor senjata ke negara lain. Akibatnya industri senjata mendapat sedikit penerimaan hingga akhirnya merugi/limbung. Mereka hanya mau untung jika ada konflik/perang. Karena itulah peran provokator sangat penting dalam memicu konflik. Sehingga bagi mereka, tinggal tunggu waktu berapa permintaan senjata mereka yang akan dijual ke pihak yang berkonflik.

Sepertinya, tahun ini di abad 21, yang bagi sebagian orang sudah yakin bahwa kiamat sudah dekat, salah satu tandanya adalah sering terjadi perang dan konflik di seluruh dunia. Kata "si vis pacem para bellum" inilah yang menjadi pegangan bagi pihak yang berkonflik. Juga bagi industri senjata.

Begitulah adanya.....

Selasa, 30 Agustus 2016

Rokok : Ketika Ekonomi dan Kesehatan Saling Perang


Akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan adanya isu kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 dengan alasan mengurangi jumlah perokok. Belakangan, isu ini didasari sebuah penelitian di FKM Universitas Indonesia soal efek harga rokok terhadap jumlah perokok. Ketua DPR Ade Komaruddin juga menyebut kenaikan harga rokok akan membantu APBN pemasukan cukai tembakau dan mengurangi jumlah perokok. Dari sini sudah jelas ada dua hal utama yang dibahas, yaitu ekonomi dan kesehatan.

Pertama, tinjau dari segi ekonomi. Mau berapapun harganya kalau orang sudah kecanduan rokok ya tetap aja langsung BELI!! Kasus tersebut mencerminkan bahwa rokok termasuk barang dengan permintaan INELASTIS sempurna. Selain itu rokok telah membantu mengatasi pengangguran di Indonesia dengan banyaknya tenaga kerja (sekitar 30 juta) dan petani tembakau dalam industri rokok. Itu saja? TIDAK! Industri kreatif dan periklanan juga terbantu dengan adanya rokok. Cukai tembakau juga meningkat sehingga penerimaan negara terbantu berkat ROKOK. Secara logika, rokok membantu negara dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi.

Kedua, tinjau dari kesehatan. Hasil penelitian mengatakan bahwa rokok menyebabkan berbagai macam penyakit seperti kanker, paru-paru, jantung, stroke dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kandungan bahan kimia (saos) yang terdapat pada rokok seperti tar, nikotin, CO, arsenik, aseton dan beragam zat kimia lainnya. Sudah begitu rokok dapat menimbulkan polusi udara akibat asap rokok yang lepas ke lingkungan dimana sangat berbahaya terhadap lingkungan bumi. Jelas, logikanya seperti iklan dalam bungkus rokok saat ini. MEROKOK MEMBUNUHMU.

Dari sini saya melihat hal menarik, saling perang opini antara ekonomi dan kesehatan. Saya melihat bahaya rokok terletak di saosnya, bukan tembakaunya. Jadi kalau ada yang ngomong tembakau berbahaya karena bahan utama rokok itu NGAWUR! Akal-akalan media yang anti rokok untuk menakuti masyarakat. Buktinya di Kuba orang seperti Fidel Castro yang kuat merokok masih hidup sampai sekarang, 93 TAHUN!! Itu karena rokok yang diisap orang Kuba benar-benar pure tembakau asli. Rokok semacam itu disebut cerutu. Di Indonesia juga ada rokok jenis cerutu yang dibuat dari tembakau Deli. Kualitasnya tak kalah bagus. Kalau di Jawa rokok dengan tembakau murni cocoknya dibuat sigaret (cigarette). Rokok yang diproduksi negara Barat dan kapitalis adalah rokok putih yang banyak saosnya. Makanya kalau ada orang cepat meninggal karena merokok itu karena rokok yang diisapnya adalah rokok putih yang mengandung banyak saos. Tak usah heran, karena rokok dari negara Barat adalah rokok putih.

Di samping itu rokok putih yang dihasilkan negara Barat sudah lebih familier bahkan mayoritas orang Indonesia dan pabrik rokoknya condong memilih rokok putih karena fixed cost nya lebih murah dengan tambahan saos. Kalau rokok murni pasti mahal harganya karena benar-benar murni tembakau dengan sedikit tambahan rempah semisal cengkeh. Maka fixed cost pasti lebih besar.

Kembali dalam hal ekonomi, secara permintaan, semakin murah harga, semakin banyak produksinya dan permintaannya. Maka jika dilihat dari profit, rokok putih berjaya dalam hal ini di Indonesia. Dasar orang Indonesia yang suka lebih memilih beli murah dan jual mahal, ditambah taste orang Indonesia yang cocok dengan barang impor (rokok putih), maka rokok murni macam sigaret dan cerutu kalah bersaing. Akibatnya terjadi persaingan antara rokok putih (Barat) dengan rokok sigaret (lokal). Barat tentu saja dengan sistem ekonomi liberal dan tabiatnya menjalankan politik imperialisme gaya baru (ekonomi), menggunakan isu kesehatan agar masyarakat Indonesia terhasut lalu industri rokok lokal bangkrut. Bukan itu saja, rokok Barat akan masuk dan menguasai penuh pasar industri rokok Indonesia. Jelas, perang dagang sekaligus penjajahan ekonomi. Sekali tepuk dua lalat.

Kesimpulan, jika harga rokok dinaikkan hingga 50 ribu, yang paling kena dampak adalah masyarakat kelas menengah bawah. Akibatnya mereka mencari cara untuk mendapatkan rokok. Jangan heran jika nanti jadi dinaikkan, akan banyak muncul rokok OPLOSAN yang justru SANGAT BERBAHAYA dibandingkan rokok yang ada saat ini. Tidak ada pilihan lain bagi warga selain membelinya karena sangat murah harganya. Akibatnya, saya pastikan laporan warga yang tewas akibat mengisap rokok oplosan semakin meningkat. Barat tentu saja senang dengan memainkan isu kesehatan yang bisa merampas industri rokok nasional. Jadi, ini soal perang ekonomi dengan kesehatan sebagai alatnya. Demikian begitulah adanya. Ironis.

Minggu, 28 Agustus 2016

Perdagangan Bebas, Menguntungkan atau Merugikan Indonesia?

Sejak era globalisasi dunia semakin terbuka. Bahkan seluruh orang di dunia bisa dengan mudah mengakses informasi yang ada. Globalisasi berakibat terjadinya keterbukaan informasi dan pasar dimana salah satunya adalah perdagangan bebas. Bagaimana bisa terjadi?

Perdagangan bebas pada mulanya berawal dari kebijakan merkantilisme yang berkembang di Eropa sejak abad 16. Merkantilisme termasuk kebijakan ekonomi nasional yang bertujuan untuk mengumpulkan cadangan moneter melalui keseimbangan perdagangan positif, terutama barang jadi. Secara historis, kebijakan tersebut sering menyebabkan perang dan juga termotivasi untuk melakukan ekspansi kolonial. Teori merkantilis bervariasi dalam penerapannya terkini dari satu penulis ke yang penulis lain dan telah berkembang dari waktu ke waktu. Tarif tinggi, terutama pada barang-barang manufaktur, merupakan fitur yang hampir universal dari kebijakan merkantilis. Kebijakan lainnya termasuk:
   1. Menciptakan koloni di luar negeri
   2. Melarang daerah koloni untuk melakukan perdagangan dengan negara-negara lain
   3. Memonopoli pasar dengan port pokok
   4. Melarang ekspor emas dan perak, bahkan untuk alat pembayaran
   5. Melarang perdagangan untuk dibawa dalam kapal asing
   6. Subsidi ekspor
   7. Mempromosikan manufaktur melalui penelitian atau subsidi langsung
   8. Membatasi upah
   9. Memaksimalkan penggunaan sumber daya dalam negeri
   10. Membatasi konsumsi domestik melalui hambatan non-tarif untuk perdagangan.


Atau dapat dikatakan suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan, dan bahwa besarnya volum perdagangan global teramat sangat penting. Aset ekonomi atau modal negara dapat digambarkan secara nyata dengan jumlah kapital (mineral berharga, terutama emas maupun komoditas lainnya) yang dimiliki oleh negara dan modal ini bisa diperbesar jumlahnya dengan meningkatkan ekspor dan mencegah (sebisanya) impor sehingga neraca perdagangan dengan negara lain akan selalu positif. Merkantilisme mengajarkan bahwa pemerintahan suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melakukan perlindungan terhadap perekonomiannya, dengan mendorong ekspor (dengan banyak insentif) dan mengurangi imporekanisme seperti inilah yang dinamakan dengan sistem ekonomi merkantilisme.
Sistem ini ditentang oleh Adam Smith (dikenal sebagai Bapak Ekonomi Pasar) dimana beliau beranggapan bahwa negara bisa memperoleh keuntungan dari masing-masing dengan memproduksi secara eksklusif dan baik, di mana dari barang yang paling cocok untuk perdagangan antara satu sama lain seperti yang diperlukan untuk keperluan konsumsi. Dalam lapisan ini, itu bukan nilai ekspor relatif terhadap impor yang penting, tetapi nilai dari barang yang diproduksi oleh suatu bangsa. Konsep keunggulan absolut namun tidak membahas situasi di mana negara tidak memiliki keunggulan dalam produksi barang tertentu atau jenis barang.
Kembali ke pertanyaan diatas, apakah Indonesia mendapat keuntungan atau justru merugi akibat perdagangan bebas ini? Seperti kita ketahui Indonesia masih kalah dalam hal daya saing hingga saat ini bahkan nilai ekspor masih kurang walaupun saat ini sudah mulai meningkat. Neraca perdagangan saat ini masih defisit (http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-export-import/indonesia-trade-balance). Sistem ekonomi yang berjalan di Indonesia adalah sistem ekonomi Pancasila tetapi prakteknya cenderung sedikit menjurus ke ekonomi liberal (pasar), yang tidak cocok dengan keadaan Indonesia. WTO dan MEA yang diikuti Indonesia jelas efek dari arus globalisasi. Maka dengan kondisi saat ini dimana masih banyak barang impor yang masuk ke Indonesia, jelas dampak perdagangan bebas pada Indonesia cenderung merugikan.

Kamis, 25 Februari 2016

Filosofi dan Realita

Filosofi, sesuatu yang berkaitan dengan teori dengan ketentuan tetap yang berlaku. Sementara realita merupakan sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan sekarang. Entah mengapa mungkin banyak orang tak begitu menyukai sesuatu yang diawali dari filosofi. Termasuk saya sendiri. Kalau istilahnya sih filosofi itu kekunoan (walaupun tidak selalu) dan realita itu kekinian (tidak selalu juga).

Bagi sebagian kalangan, terutama dari pengajar dan peneliti, filosofi adalah hal yang harus dipahami sebelum bertindak ataupun memutuskan sesuatu. Artinya, segala tindakan harus dilandasi aturan yang tak boleh dilanggar. Contoh saja, saya ingin merancang sebuah absorber packed bed untuk pemurnian biogas. Jelas filosofinya adalah harus bagus laju transfer massanya dan banyak CO2 dan H2S (gas pencemar) yang terlucuti. Ambil saja kadar methane di biogas diharapkan naik hingga 90%. Apakah realitanya sesuai 90% yang diharapkan? Belum tentu.

Jika diuji, hasilnya bisa berbeda. Faktornya adalah manusia dan lingkungan. Inilah yang menyebabkan filosofi dan realita sering berbeda. Kalau pada saat di lapangan terjadi kebocoran pada absorber akibat kecerobohan operator (manusia), maka bisa jadi filosofinya gagal karena pasti kurang dari 90% yang diharapkan. Sebaliknya, kalau ternyata data dilapangan melebihi ekspektasi (katakan saja kadarnya naik jadi 95%), maka filosofinya sesuai dengan realita. Tapi jika ditelaah lebih lanjut maka orang akan berkata begini "wah hasilnya melebihi dari perkiraan, artinya kan mungkin banget lebih dari 90%. Nggak sesuai teorinya". Maka mau lebih atau kurang tetap saja realitanya demikian, tidak terbantahkan. Dan tidak sesuai teorinya. Karena tujuan utamanya pemurnian biogas dengan melucuti H2S dan CO2 sebagai kontaminan biogas itu dan kadar methane-nya mencapai 90%.

Jadi didunia manapun tetap saja antara filosofi dan realita sering berbeda seiring perkembangan zaman. Di sepakbola saja tim dengan ball possession tertinggi bisa jadi kalah sama tim dengan ball possession rendah. Itu karena sepakbola pada dasarnya adalah memasukkan bola (mencetak gol) ke gawang lawan sebanyak mungkin. Bukan meningkatkan ball possession. Maka saya pun menganggap kalau filosofi itu sesuatu yang berbelit-belit bila diterangkan. Tapi bukan berarti filosofi tidak dipelajari. Cukup tahu saja, karena realitanya adalah inti atau tujuan utama sesungguhnya dari sesuatu yang akan dicapai.


Kutipan dari dosen saya : "Teori baru akan menggantikan teori yang lama seiring perkembangan zaman jika landasannya lebih kuat."

Jumat, 05 Februari 2016

Pantang Tertindas!

Wahai kawan
Kemanakah engkau
Dimanakah kawan
Seakan tertiup debu
Yang tersapu angin
Dan terus berlalu


Wahai saudaraku
Kemanakah gerangan
Dimanakah bayanganmu
Lenyap bagai awan
Yang terus berlalu
Dalam kesunyian


Wahai semua saudaraku
Janganlah diam tak bertuan
Bangunlah engkau
Untuk meraih kejayaan
Di dalam negeriku
Inilah awal perjuangan


Kita bangsa pejuang
Bukan bangsa pemalas!
Kita bangsa pemenang
Bukan bangsa jongos!


Kita adalah sang petarung
Bukan sang pengemis!
Bukan pula pecundang!
Karena kami pantang tertindas!




Rabu, 27 Januari 2016

Dinamika Pers Indonesia (1) : Lahirnya Kebebasan Pers

                                       

Pers dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar. Arti lainnya adalah surat kabar atau buku yang berisi berita. Sedangkan menurut UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers, pers berarti lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan jurnalistik, yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta grafik, maupun dalam bentuk lain dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Pers Di Indonesia mulai muncul sejak munculnya Antara sebagai kantor berita pertama Indonesia di tahun 1937, didirikan oleh Soemanang, Adam Malik, A.M.Sipahoentar dan Pandu Kartawiguna. Sejak itu, pers digunakan untuk perjuangan dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Hingga setelah Indonesia merdeka, atas prakasa Maladi, didirikanlah RRI (Radio Republik Indonesia) pada 11 September 1945. Tujuannya melakukan siaran keluar negeri agar dunia tahu Indonesia telah merdeka. Setelah itu, pers mengalami perkembangan, baik di era Agresi Militer Belanda hingga Reformasi. Di era Agresi Militer Belanda, pers ditekan dan dibungkam agar mengisolasi Indonesia dari dunia. Setelah Belanda hengkang, di era Demokrasi Liberal, pers berkembang dengan banyaknya partisipasi tokoh nasional lintas daerah. Namun pers kembali ditekan sejak Orde Lama hingga Orde Baru. Di zaman Orde Baru, pers mengalami sejarah terburuk di Indonesia dengan adanya bredel hingga pembungkaman pers yang anti-pemerintah rezim Soeharto dan seluruh kroninya. Dimana banyak bredel, intimidasi teror oleh aparat dan pembunuhan wartawan (salah satunya Udin Bernas di 1996). Pada rezim Soeharto inilah pers masuk pada masa "mendekati ajal".

Sejak era Reformasi, pers mendapat "angin segar" tatkala Soeharto mundur dari jabatan Presiden. Setelah Orde Baru runtuh, pers mulai menggeliat. Jumlah media massa baik cetak maupun elektronik terus berkembang hingga sekarang. Apalagi kebebasan pers dilindungi dalam UU dan memiliki wadah "Dewan Pers". Dewan ini bertujuan melindungi dan mengembangkan kehidupan pers di Indonesia. Dengan Dewan Pers maka kebebasan pers di Indonesia tetap terjamin. Bisa disimpulkan bahwa di zaman Reformasi inilah lahirnya kebebasan pers Indonesia sesungguhnya.

"Menulis adalah sarana mencurahkan inspirasi yang ada dalam pikiran kita"




Selasa, 26 Januari 2016

Pejuang

Aku adalah seseorang
Yang melintasi dunia
Aku adalah seseorang
Yang melihat cakrawala
Kerasnya kehidupan dunia
Yang tiada henti menghampiri
Tanpa belas kasihan
Tak mengenal kata ampun

Kejamnya alam semesta
Mengalahkan yang lemah
Berakhir dengan nestapa
Tangis dan air mata bercucuran
Namun aku tetap bertahan
Di tengah aliran kehidupan
Yang terus berjalan
 Dengan dinamisnya zaman

Aku bertanya pada diriku
Siapakah aku?
Mengapa aku kuat?
Rahasia apakah dari Engkau?
Yang Menguasai Waktu

Seakan menjawab pertanyaanku
Dari ruang tak terlihat
Maka terjawablah siapa diriku
Ya, itulah aku
PEJUANG

 

Rabu, 20 Januari 2016

Menyoal Polemik Freeport (1) : RR vs SS

Beberapa waktu lalu publik disuguhi berita soal jurus "Rajawali Ngepret" ala Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli yang menyerang Menteri ESDM, Sudirman Said, sebagai menteri yang "keblinger" dalam urusan Freeport. Rizal menyebut kalau Sudirman melangkahi kewenangan Presiden dalam urusan Kontrak Karya Freeport. Dalam kontrak dijelaskan bahwa pembahasan Freeport hanya bisa dilakukan 2 tahun sebelum kontraknya habis di tahun 2021. Artinya jelas bahwa pembahasan baru bisa dilakukan di tahun 2019. Jika sekarang dibahas, maka menteri ESDM sudah melanggar aturan.

Mendengar hal itu, staf Kementrian ESDM sebut tuduhan yang dilontarkan Rizal tidak berdasar (baca disini : http://finance.detik.com/read/2015/10/16/122037/3045538/1034/rizal-ramli-sebut-sudirman-said-keblinger-soal-freeport-ini-jawaban-esdm ). Ini juga membuat orang heran, katanya mengklaim dapat instruksi dari Presiden tapi faktanya tidak ada instruksi khusus dari Jokowi selaku Presiden. Bahkan Jokowi dengan tegas menyebut masalah Freeport baru bisa dibahas tahun 2019. Artinya, Sudirman melanggar 2 aturan sekaligus. Pertama, melanggar UU (No.4 Tahun 2009 tentang konsentrat dan perpanjangan kontrak Freeport). Kedua, secara tidak langsung mencatut nama Presiden dalam urusan Kontrak Karya Freeport dengan melampaui kewenangan Presiden. Kalau memakai acuan ini seharusnya Sudirman layak di-reshuffle.

Bagi sebagian besar orang, Rizal Ramli dianggap "tong kosong nyaring bunyinya". Mungkin karena beliau juga aktif jadi aktivis di era Orde Baru. Apalagi "kepretannya" sukses membuat tambah gaduh pemerintah ini. Tapi jika dilihat track record seorang Rizal, tidak mungkin omongannya salah. Sebab Rizal sudah berpengalaman membuat Bos Freeport, James Moffett (sekarang tidak lagi menjabat) "bertekuk lutut" dihadapannya dalam percobaan penyuapan Freeport kepada Rizal. (http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/14/078709386/sambil-gebrak-meja-rizal-ramli-tolak-us-3-m-dari-freeport). Rizal pernah sebut kalau Freeport ingin memperpanjang kontrak, harus bangun smelter dan menaikkan nilai royalti tambang kepada pemerintah. Jika Freeport dinasionalisasi, menurut Rizal bisa membuat 1 US Dollar setara Rp 2.000,00. Sayang Sudirman masih keblinger (http://finance.detik.com/read/2015/10/12/143910/3042325/1034/rizal-ramli-perpanjang-kontrak-freeport-menteri-esdm-keblinger). Siapa yang benar? RR atau SS? Silahkan nilai secara objektif dan hati nurani.

Dari hal itu sebenarnya sudah jelas bahwa Freeport sudah banyak merugikan Indonesia sejak 1967. Melalui kontrak karya, Freeport leluasa "merampok" tambang kita berupa emas dan tembaga di Papua hingga hampir 50 tahun lamanya. Akuntabilitasnya meragukan. Ditambah pejabat yang ingin mendapat "jatah" dari Freeport. Indonesia hanya mendapat "ampas" saja. Sayang sekali, kalau ada menteri atau pejabat masih "melacurkan" dirinya demi kepentingan asing. Polemik ini akan terus berlanjut.

Bersambung

Kata Kunci : ESDM, Jokowi, Freeport, Rizal Ramli, Sudirman Said



Kamis, 14 Januari 2016

Fanatisme Buta Orang Indonesia (2) : Public Figure

Public Figure, berarti tokoh publik. Artinya tokoh yang selalu menjadi sorotan publik. Dimanapun ia berada, media maupun dunia maya akan terus mengamatinya secara 24 jam. Public Figure bukanlah artis. Siapapun yang layak diperbincangkan pasti merupakan Public Figure.

Well sebetulnya judul diatas sedikit kontradiktif tetapi kenapa dikatakan demikian karena kebiasaan (mayoritas) orang Indonesia pada umumnya, mencintai sesuatu secara berlebihan. Hawa nafsu yang negatif membuat orang menghalalkan segala cara. Zaman modern bukannya tambah santun, malah jadi edan! Mau orang beragama apapun tetap saja sudah rusak iman.

Katakanlah, kalau ada artis terkenal (misal Agnez Mo), bagi fansnya apapun yang dilakukan Agnez Mo dianggap benar. Seperti contoh kasus yang lagi trend akhir-akhir ini. Agnez Mo dengan kostum itu bahkan disebut melecehkan agama. Begitupun tokoh terpandang, semisal Prabowo dan Jokowi (contoh saja). Kalau sudah fanatik terhadapnya maka segala pemikiran dan tindakan beliau dianggap benar pula di mata pengagumnya. Padahal belum tentu mereka benar. Pasti ada kesalahan yang pernah dilakukan. Atau ada yang kontra terhadap pemikirannya. Wajarlah Public Figure juga manusia. Benar nggak? Iya.

Dan itulah akibatnya kalau sudah fanatik buta. Setelah Pilpres kemarin. DPR terbelah jadi dua waktu itu, KMP (kubu Prabowo) dan KIH (kubu Jokowi). Lalu masyarakatnya? Juga terbelah menjadi dua. Sampai sekarang di media sosial masih saling perang kata-kata antara pendukung kedua kubu itu. Black Campaign masih dilancarkan. Tambah lagi media sekarang dikuasai orang-orang politik. Makin panas suasananya. Lanjutannya?

Agnez Mo, Prabowo dan Jokowi saja adem-ayem, kok malah kita yang sewot? Pendukung Jokowi apakah semuanya kafir dan sesat? Pendukung Prabowo sudah paling religius dan suci? Pendukung Agnez sudah menganggap Agnez tokoh panutan? Semuanya pasti jawab NGGAK!!! Kalau begitu ya introspeksi diri dulu. Di atas tokoh, masih ada langit. Siapa pencipta langit dan alam semesta? Allah SWT. Dan ingat, Public Figure juga MANUSIA.

Quotes : "Mengalahkan diri sendiri itu lebih rumit ketimbang mengalahkan lawan, musuh terbesar manusia adalah diri sendiri".

Rabu, 13 Januari 2016

Ironi Hukum (2) : KUHP

Pikirkan sejenak, kosongkan gelas kalian. Lalu resapi baik-baik gambar dibawah ini




Kita lihat sejenak penegakan hukum di Indonesia. Dari tulisan di blog saya sebelumnya (Ironi Hukum (1) : Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas) jelas terlihat bahwa penegakan hukum kita sangat lemah. Yang lemah tak dapat keadilan setara, yang kuat makin berkuasa. Apa saja dihalalkan. Hakim, jaksa, pengacara semuanya juga edan.

Dengan demikian, semakin lama hukum tak memberi keadilan. Supremasi hukum tiada artinya kalau integritas digadaikan. Hati nurani semakin terkikis. Mengapa? Semua karena uang. Dengan uang, kita bisa beli apapun yang kita mau. Uang adalah alat tukar dalam perdagangan. Maka dari itu kala manusia "mendewakan" uang, uang bisa dijadikan Tuhan kedua. 

Sekarang apa hubungannya dengan hukum? Yup, bisnis jual beli hukum. Pasal-pasal dalam undang-undang bisa digunakan untuk kepentingan pribadi. Modusnya? Lewat pengacara, hakim dan jaksa, bahkan kalau punya keluarga atau teman yang bekerja di bidang hukum, mereka bisa jadi "orang dalam" untuk memuluskan kepentingannya. Kalau imannya nggak kuat, pasti mereka akan tunduk dengan uang. Dasar orang Indonesia, lihat uang langsung matanya "hijau". Jangan lupa, di DPR kalau mau bikin UU harus ada "deal" dulu. Bisa jadi uang, jabatan atau yang lainnya jadi pelicin. Yang jelas, uang yang "berbicara".

Begitulah ironi negeri ini, dimana kasus-kasus hukum tidak diselesaikan secara hukum dulu, "Deal dulu"! (mengutip kata-kata Permadi dalam suatu acara). So, hukum kita adalah KUHP (Kasih Uang Habis Perkara).

Senin, 11 Januari 2016

Fanatisme Buta Orang Indonesia (1) : Klub Sepakbola

Sepakbola, olahraga termasyhur di dunia, bahkan sepakbola bisa disebut sebagai pemersatu dunia, selalu laris-manis untuk terus dibahas. Dari sisi klub, pemain bahkan hingga lifestyle (WAGs dsb) terus diberitakan. Tak salah kalau klub sepakbola punya daya tarik tersendiri bagi fans-fansnya. Karena itulah  penduduk dunia pasti menyukai klub-klub sepakbola masing-masing. Sepakbola bisa mempersatukan masyarakat dunia yang sedang dilanda perang. Mau ada perdamaian? Pilihlah sepakbola. Kuncinya adalah menyukai sepakbola maka pasti ada perdamaian. Dijamin 100% manjur. 

Masyarakat Indonesia sendiri sudah menggilai sepakbola. Di Indonesia bahkan sudah banyak komunitas pecinta klub sepakbola, sebut saja Madridista Indonesia (Real Madrid), Juventini Indonesia (Juventus), United Indonesia (Manchester United), Milanisti Indonesia (AC Milan) dan lain-lain. Sepakbola bagi orang Indonesia adalah hiburan. Di tengah menjamurnya tayangan Indonesia yang tidak bermutu seperti FTV, sinetron, film, berita gosip infotainment, dll, sepakbola merupakan tontonan nomor satu. Malah dianggap tayangan fardlu 'ain dibandingkan berita. Jangan heran, klub-klub luar negeri menyebut Indonesia adalah pasar bagi mereka. Pasar untuk meningkatkan rating siar dan penjualan merchandise klub mereka. Perhatikan saja, di pusat perbelanjaan bahkan warung kaki lima saja jualan merchandise klub sepakbola mulai dari kualitas KW3 hingga yang asli,

Sayangnya, kecintaan masyarakat Indonesia terhadap klub sepakbola khususnya sangat berlebihan. Di Indonesia sudah sering terdengar kericuhan dan tawuran antarsuporter. Korban tewas pun banyak. Kerugian materiil juga banyak, seperti fasilitas umum, rumah, stadion dll banyak yang rusak. Belum lagi ditambah muncul meme provokasi klub sepakbola di media sosial. Dimana banyak suporter klub sepakbola yang masih alay dan karbitan saling serang, bahkan ada yang berani taruhan aneh-aneh hingga sampai mengajak duel sampai mati. Lengkap sudah dengan adanya kisruh PSSI-Menpora. Pemicunya? Fanatisme buta terhadap klubnya. Mengapa bisa demikian?

Ada beberapa faktor, pertama adalah fanatisme kedaerahan. Seperti yang kita tahu Indonesia memiliki jumlah suku, ras dan bahasa terbanyak di dunia. Contoh klub sepakbola daerah di Indonesia yang terkenal adalah Persija Jakarta dan Persib Bandung. The Jak (suporter Persija) sudah lama bermusuhan dengan Viking (Persib). Apalagi bahasa daerah mereka berbeda. Ditambah gengsi prestasi klub, komplit sudah permusuhan mereka. Upaya perdamaian pun selalu kandas

Kedua, terprovokasi berita. Ambil saja El Clasico. Rivalitas Real Madrid dan Barcelona sampai sekarang masih menggurita dari klub hingga suporternya. Pemberitaan yang luas membuat di media sosial sering saling serang antara kedua suporter itu. Baik psywar hingga rasis. Di Indonesia? Ada juga, contohnya Bonek (suporter Persebaya Surabaya) dan Aremania (suporter Arema Cronus Malang). Gara-gara pemberitaan di media sosial, Bonek dan Aremania terlibat bentrok. Demi harga diri, solidaritas klub hingga daerah, harta dan nyawa jadi taruhannya. Sampai sekarang kedua suporter ini masih panas (tidak akur).

Ketiga, mental orang Indonesia. Inilah problem utama sebenarnya. Diharapkan pemerintah sekarang yang menyerukan "Revolusi Mental", tidak ada saling serang dan bentrok antar klub sepakbola. Tapi kenyataannya? Masih saja terjadi. Fanatisme buta orang Indonesia terhadap klub sepakbola kesayangannya sudah mengakar kuat. Tuhan pun bahkan mereka gadaikan demi klub kesayangannya. Seakan-akan mereka dan klub kesayangannya paling benar sendiri dan berhak mem-bully suporter klub lawan maupun klubnya. Masih banyak kan yang seperti itu? Teman jadi lawan, begitupun sebaliknya. Politik yang merasuki sepakbola Indonesia semakin menambah rusak mental kita.

Maka kesimpulannya adalah fanatisme orang Indonesia terhadap klub sepakbola sangatlah kuat. Hanya dengan merubah mental dan introspeksi diri itulah yang mampu mengurangi fanatisme buta kita. Merubah mental seseorang itu sulit. Kalau dalam hadits (dalam Islam) dikatakan "Allah tak akan merubah nasib seseorang sebelum seseorang itu berusaha sendiri". Mulai sajalah dari hal kecil seperti tetap respect terhadap orang lain meskipun klub idolanya berbeda dengan kita. Pasti tak akan terjadi hal seperti itu. Rival hanya 90 menit, setelah itu tetap sportif. Jangan lupa camkan "Bhinneka Tunggal Ika". Itulah kuncinya. 


Saling respect antara Messi dan Ronaldo


Harapan kita

Minggu, 10 Januari 2016

Foodtraveller : Ayam Goreng Jawa "Mbah Cemplung", Gurihnya Ayam Goreng di Pedesaan

Siang tadi saya diceritakan bapak saya dapat info (referensi) warung makan enak di Jogja sama temannya waktu reunian kampus. Katanya ada tempat warung makan ayam goreng yang "maknyuss" (pinjem kata Pak Bondan Winarno hehe). Namanya Ayam Goreng Jawa "Mbah Cemplung". Hah? Cemplung kan kalo diartikan dalam bahasa jawa artinya nyebur, nggak salah tuh?? Ya sudah daripada mikir lama mending langsung aja ke TKP cuss....Kebetulan TKP-nya arah ke PG/PS Madukismo gitu (tempat saya KP disana). Wiiih....kalo dulu ngerti udah pasti sering makan siang disana hehe....


Bener saja, sampai di TKP tempatnya ramai, banyak mobil datang disana. Pantes aja ramai dan tempatnya nyaman (khas pedesaan). Kira-kira begini gambarannya : 


Bagaimana?? Pasti ngiler ya?? Hehehe..Ya udah saya jelasin nih menu andalannya jelas ayam goreng. Rasanya enak, gurihnya pas, dagingnya empuk dan ukurannya besar pula. Ini nih menu andalannya : 




Besar bukan? Kalau gak percaya silakan mampir dijamin gak rugi deh. Soalnya nih, 1 ekor ayam goreng utuh bisa disantap 3-4 orang bareng-bareng. Cocok tuh bagi penggila foodtraveller maupun keluarga yang pengen makan disana. Selain itu nih menu sampingan berupa tempe goreng, tahu goreng dan terong goreng plus sambal hijau yang pedas dengan lalapan dijamin bikin puas. Apalagi disantap dengan nasi hangat pasti bakal menambah citarasa menyantap hidangan ini.

Oh iya bagi foodtraveller maupun wisatawan yang berlibur di Jogja gak ada salahnya deh mampir ke warung ini. Tempatnya memang mblusuk, tapi justru disitu sensasinya! Di Jogja kalau gak mblusuk gak bakal deh dicari. Warung ini sudah ada sejak tahun 1973. Kalau masih ramai kayak gini berarti kan rasanya tetap enak dan maknyuss. Salut deh! Bagi yang pengen kesana ini dia alamatnya : 




Mau coba? Silakan mampir kesana. Bagi yang gak hafal jalan Alhamdulillah kalau dicari di GPS sudah ada. Tinggal ikutin rute dan petunjuknya dan selamat menikmati!!

Ayam Goreng Jawa Mbah Cemplung : 
Pusat : Sendang Semanggi, Sambungatan, Bangunjiwo, Kasihan, Kab.Bantul, DIY
Cabang : Jl. Padokan Lor RT.05 Tirtonirmolo, Kasihan, Kab.Bantul, DIY (Utara PG/PS Madukismo) (masuk lewat jalur lambat Ring Road Selatan Jogja)
Buka : 08.00 - 14.00 WIB

#foodtraveller #gastronomy #Jogja #Indonesia

Ironi Hukum (1) : Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Timbangan, itulah lambang hukum. Hukum haruslah adil seperti ini :


Dari sini terlihat kalau penegakan hukum betul-betul dilaksanakan, maka hasilnya seperti diatas. Tidak ada yang dominan menang maupun kalah. Sama-sama diuntungkan. Ibaratnya, seperti menghasilkan simbiosis mutualisme (win-win solution).

Kenyataannya, penegakan hukum (khususnya di Indonesia) masih sangat lemah. Bahkan secara kasarnya orang menyebut "amburadul". Faktanya jelas, banyak keputusan yang tak adil dan menguntungkan salah satu pihak yang menang saja. Sudah begitu, diperparah dengan adanya suap-menyuap (baca : Korupsi Kolusi Nepotisme) antara hakim, jaksa, pengacara dan tersangka. Sogokannya? Macam-macam. Mulai dari fulus, deal bisnis, jabatan bahkan wanita. Anggap sajalah sogokannya harta tahta wanita (MABUK DUNIA bray hahaha). Kurang satu lagi, nafsu serakah manusia. Dasar kodrat kehidupan manusia selalu tak pernah puas. Kebaikan dan kejahatan selalu ada secara beriringan.

Well, tak heran kalau banyak orang hanya bisa berdoa pada Tuhan semoga mereka mendapat keadilan. Di zaman yang sudah edan (mau dekat kiamat pula) orang sudah malas berharap pada Yang Mulia Hakim atau Jaksa atau yang lainnya lah. Institusi penegak hukum (baca : polisi) sudah banyak korup, pake kasus rekening GENDUT pula. Berharap pada DPR? Halah bikin UU saja leletnya setengah mati. Mana anggotanya politikus pula. Bubar dah fungsi legislasi!! Hukum tambah bobrok!! Kemana harus berharap jika mereka sudah tidak memberi keadilan buat semua manusia (baca : rakyat).

Rasa-rasanya di Indonesia emang layak kita sebut : Hukum TAJAM KE BAWAH, TUMPUL KE ATAS. Selagi hukum tidak memberi keadilan maka tak salah kan kalau disebut demikian. Masih mau berharap hukum ditegakkan? Maka biarkanlah hati nurani berbicara. Gak usah sok-sokan ngomong tegakkan supremasi hukum kalau hukumnya saja masih amburadul. Introspeksi dan gunakan hati nurani bahwa keadilan tidak bisa diuangkan dengan apapun

There is no such thing as justice — in or out of court. ~Clarence Darrow, 1936

Sabtu, 09 Januari 2016

Secangkir Kopi

Malam semakin larut
Tugas banyak menuntut
Deadline semakin dekat
Laksana emas yang mulai berkarat

Rasa kantuk semakin kuat
Tak ada waktu untuk istirahat
Ibadah untuk rehat
Demi melepas penat

Di saat waktu terus mendesak
Pikiran terhempas ombak
Tiba-tiba tercium aroma semerbak
Dari tempat aku berpijak


Aku mulai menyadari
Aroma semerbak ini
Dan akupun datang kemari
Di tempat yang kukunjungi


Ah, inilah pendampingku
Yang terus menemaniku
Tanpa pandang waktu
Tanpa pandang bulu


Inilah pendamping yang terus ada
Bukan sekedar pelepas dahaga
Tapi sebuah kenikmatan yang tiada duanya
Yaitu secangkir kopi yang luar biasa






Jumat, 08 Januari 2016

Kekuasaan (Satire)

Kau melihat sendiri
Orang beramai-ramai
Meraih sesuatu seolah tidak peduli
Dengan apa yang terjadi



Kau akhirnya berlomba-lomba
Bekerja dan berusaha
Tak peduli harta bahkan nyawa
Demi prestise yang berharga



Apakah yang dimaksud engkau
Mengapa semua orang berebut demi aku
Padahal aku hanyalah sesuatu
Yang hanyalah sesaat dalam waktu



Kini telah ketahuan
Diriku tak bisa disembunyikan
Karena aku adalah kekuasaan
Dimana demi aku, segala cara dihalalkan



Demi aku, bumi hangus lawan harus
Tak peduli yang lain menangis
Kau gunakan cara yang bengis
Agar kau menggunakan aku untuk menindas



Machiavelli adalah pegangan
Tuhan pun engkau dustakan
Demi langgengnya kekuasaan
Hingga kau masuk kuburan




  

Selasa, 05 Januari 2016

First Blog, Apa yang Sebaiknya Ditulis di Blog Pertama

Halo mas/mbak bro

Welcome to my first blog aldyws, dengan author
sesuai namanya Aldy WS. Karena baru pertama jadi mau nulis apapun masih bingung lah haha. Bingung mau tulis apa, wajar karena orang pasti pengen tau apa yang sebaiknya ditulis di blog pertama. Itu pertanyaan pertama bagi para new blogger termasuk saya sendiri. Kalo sudah pengalaman di dunia blog, pasti akan mudah untuk tulis apapun untuk postingan pertama. Beda kalo masih "anak awam", mikir dulu sebelum menulis sampai-sampai jadi baper.

Well, apa yang harus ditulis pertama kali di blog? Jawaban pastinya jelas berbeda-beda. Soalnya nih, masing-masing individu punya ide sendiri-sendiri buat menulis sesuatu yang pertama kali bakal diposting. Kalo saya nih, perkenalan dulu. Kalo yang lain mungkin saja langsung tutorial, headline berita, cara wirausaha/bisnis, dan sebagainya. Yang pasti, justru hal itu yang bikin blog makin berwarna dan bisa saling sharing juga antar blogger. Hitung-hitung, nambah banyak teman nih hehehe.

Nah mungkin cukup sekian tulisan blog pertama saya mengenai Apa yang Sebaiknya Ditulis di Blog Pertama. Semoga bermanfaat, terimakasih