Rabu, 27 Januari 2016

Dinamika Pers Indonesia (1) : Lahirnya Kebebasan Pers

                                       

Pers dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar. Arti lainnya adalah surat kabar atau buku yang berisi berita. Sedangkan menurut UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers, pers berarti lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan jurnalistik, yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta grafik, maupun dalam bentuk lain dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Pers Di Indonesia mulai muncul sejak munculnya Antara sebagai kantor berita pertama Indonesia di tahun 1937, didirikan oleh Soemanang, Adam Malik, A.M.Sipahoentar dan Pandu Kartawiguna. Sejak itu, pers digunakan untuk perjuangan dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Hingga setelah Indonesia merdeka, atas prakasa Maladi, didirikanlah RRI (Radio Republik Indonesia) pada 11 September 1945. Tujuannya melakukan siaran keluar negeri agar dunia tahu Indonesia telah merdeka. Setelah itu, pers mengalami perkembangan, baik di era Agresi Militer Belanda hingga Reformasi. Di era Agresi Militer Belanda, pers ditekan dan dibungkam agar mengisolasi Indonesia dari dunia. Setelah Belanda hengkang, di era Demokrasi Liberal, pers berkembang dengan banyaknya partisipasi tokoh nasional lintas daerah. Namun pers kembali ditekan sejak Orde Lama hingga Orde Baru. Di zaman Orde Baru, pers mengalami sejarah terburuk di Indonesia dengan adanya bredel hingga pembungkaman pers yang anti-pemerintah rezim Soeharto dan seluruh kroninya. Dimana banyak bredel, intimidasi teror oleh aparat dan pembunuhan wartawan (salah satunya Udin Bernas di 1996). Pada rezim Soeharto inilah pers masuk pada masa "mendekati ajal".

Sejak era Reformasi, pers mendapat "angin segar" tatkala Soeharto mundur dari jabatan Presiden. Setelah Orde Baru runtuh, pers mulai menggeliat. Jumlah media massa baik cetak maupun elektronik terus berkembang hingga sekarang. Apalagi kebebasan pers dilindungi dalam UU dan memiliki wadah "Dewan Pers". Dewan ini bertujuan melindungi dan mengembangkan kehidupan pers di Indonesia. Dengan Dewan Pers maka kebebasan pers di Indonesia tetap terjamin. Bisa disimpulkan bahwa di zaman Reformasi inilah lahirnya kebebasan pers Indonesia sesungguhnya.

"Menulis adalah sarana mencurahkan inspirasi yang ada dalam pikiran kita"




Selasa, 26 Januari 2016

Pejuang

Aku adalah seseorang
Yang melintasi dunia
Aku adalah seseorang
Yang melihat cakrawala
Kerasnya kehidupan dunia
Yang tiada henti menghampiri
Tanpa belas kasihan
Tak mengenal kata ampun

Kejamnya alam semesta
Mengalahkan yang lemah
Berakhir dengan nestapa
Tangis dan air mata bercucuran
Namun aku tetap bertahan
Di tengah aliran kehidupan
Yang terus berjalan
 Dengan dinamisnya zaman

Aku bertanya pada diriku
Siapakah aku?
Mengapa aku kuat?
Rahasia apakah dari Engkau?
Yang Menguasai Waktu

Seakan menjawab pertanyaanku
Dari ruang tak terlihat
Maka terjawablah siapa diriku
Ya, itulah aku
PEJUANG

 

Rabu, 20 Januari 2016

Menyoal Polemik Freeport (1) : RR vs SS

Beberapa waktu lalu publik disuguhi berita soal jurus "Rajawali Ngepret" ala Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli yang menyerang Menteri ESDM, Sudirman Said, sebagai menteri yang "keblinger" dalam urusan Freeport. Rizal menyebut kalau Sudirman melangkahi kewenangan Presiden dalam urusan Kontrak Karya Freeport. Dalam kontrak dijelaskan bahwa pembahasan Freeport hanya bisa dilakukan 2 tahun sebelum kontraknya habis di tahun 2021. Artinya jelas bahwa pembahasan baru bisa dilakukan di tahun 2019. Jika sekarang dibahas, maka menteri ESDM sudah melanggar aturan.

Mendengar hal itu, staf Kementrian ESDM sebut tuduhan yang dilontarkan Rizal tidak berdasar (baca disini : http://finance.detik.com/read/2015/10/16/122037/3045538/1034/rizal-ramli-sebut-sudirman-said-keblinger-soal-freeport-ini-jawaban-esdm ). Ini juga membuat orang heran, katanya mengklaim dapat instruksi dari Presiden tapi faktanya tidak ada instruksi khusus dari Jokowi selaku Presiden. Bahkan Jokowi dengan tegas menyebut masalah Freeport baru bisa dibahas tahun 2019. Artinya, Sudirman melanggar 2 aturan sekaligus. Pertama, melanggar UU (No.4 Tahun 2009 tentang konsentrat dan perpanjangan kontrak Freeport). Kedua, secara tidak langsung mencatut nama Presiden dalam urusan Kontrak Karya Freeport dengan melampaui kewenangan Presiden. Kalau memakai acuan ini seharusnya Sudirman layak di-reshuffle.

Bagi sebagian besar orang, Rizal Ramli dianggap "tong kosong nyaring bunyinya". Mungkin karena beliau juga aktif jadi aktivis di era Orde Baru. Apalagi "kepretannya" sukses membuat tambah gaduh pemerintah ini. Tapi jika dilihat track record seorang Rizal, tidak mungkin omongannya salah. Sebab Rizal sudah berpengalaman membuat Bos Freeport, James Moffett (sekarang tidak lagi menjabat) "bertekuk lutut" dihadapannya dalam percobaan penyuapan Freeport kepada Rizal. (http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/14/078709386/sambil-gebrak-meja-rizal-ramli-tolak-us-3-m-dari-freeport). Rizal pernah sebut kalau Freeport ingin memperpanjang kontrak, harus bangun smelter dan menaikkan nilai royalti tambang kepada pemerintah. Jika Freeport dinasionalisasi, menurut Rizal bisa membuat 1 US Dollar setara Rp 2.000,00. Sayang Sudirman masih keblinger (http://finance.detik.com/read/2015/10/12/143910/3042325/1034/rizal-ramli-perpanjang-kontrak-freeport-menteri-esdm-keblinger). Siapa yang benar? RR atau SS? Silahkan nilai secara objektif dan hati nurani.

Dari hal itu sebenarnya sudah jelas bahwa Freeport sudah banyak merugikan Indonesia sejak 1967. Melalui kontrak karya, Freeport leluasa "merampok" tambang kita berupa emas dan tembaga di Papua hingga hampir 50 tahun lamanya. Akuntabilitasnya meragukan. Ditambah pejabat yang ingin mendapat "jatah" dari Freeport. Indonesia hanya mendapat "ampas" saja. Sayang sekali, kalau ada menteri atau pejabat masih "melacurkan" dirinya demi kepentingan asing. Polemik ini akan terus berlanjut.

Bersambung

Kata Kunci : ESDM, Jokowi, Freeport, Rizal Ramli, Sudirman Said



Kamis, 14 Januari 2016

Fanatisme Buta Orang Indonesia (2) : Public Figure

Public Figure, berarti tokoh publik. Artinya tokoh yang selalu menjadi sorotan publik. Dimanapun ia berada, media maupun dunia maya akan terus mengamatinya secara 24 jam. Public Figure bukanlah artis. Siapapun yang layak diperbincangkan pasti merupakan Public Figure.

Well sebetulnya judul diatas sedikit kontradiktif tetapi kenapa dikatakan demikian karena kebiasaan (mayoritas) orang Indonesia pada umumnya, mencintai sesuatu secara berlebihan. Hawa nafsu yang negatif membuat orang menghalalkan segala cara. Zaman modern bukannya tambah santun, malah jadi edan! Mau orang beragama apapun tetap saja sudah rusak iman.

Katakanlah, kalau ada artis terkenal (misal Agnez Mo), bagi fansnya apapun yang dilakukan Agnez Mo dianggap benar. Seperti contoh kasus yang lagi trend akhir-akhir ini. Agnez Mo dengan kostum itu bahkan disebut melecehkan agama. Begitupun tokoh terpandang, semisal Prabowo dan Jokowi (contoh saja). Kalau sudah fanatik terhadapnya maka segala pemikiran dan tindakan beliau dianggap benar pula di mata pengagumnya. Padahal belum tentu mereka benar. Pasti ada kesalahan yang pernah dilakukan. Atau ada yang kontra terhadap pemikirannya. Wajarlah Public Figure juga manusia. Benar nggak? Iya.

Dan itulah akibatnya kalau sudah fanatik buta. Setelah Pilpres kemarin. DPR terbelah jadi dua waktu itu, KMP (kubu Prabowo) dan KIH (kubu Jokowi). Lalu masyarakatnya? Juga terbelah menjadi dua. Sampai sekarang di media sosial masih saling perang kata-kata antara pendukung kedua kubu itu. Black Campaign masih dilancarkan. Tambah lagi media sekarang dikuasai orang-orang politik. Makin panas suasananya. Lanjutannya?

Agnez Mo, Prabowo dan Jokowi saja adem-ayem, kok malah kita yang sewot? Pendukung Jokowi apakah semuanya kafir dan sesat? Pendukung Prabowo sudah paling religius dan suci? Pendukung Agnez sudah menganggap Agnez tokoh panutan? Semuanya pasti jawab NGGAK!!! Kalau begitu ya introspeksi diri dulu. Di atas tokoh, masih ada langit. Siapa pencipta langit dan alam semesta? Allah SWT. Dan ingat, Public Figure juga MANUSIA.

Quotes : "Mengalahkan diri sendiri itu lebih rumit ketimbang mengalahkan lawan, musuh terbesar manusia adalah diri sendiri".

Rabu, 13 Januari 2016

Ironi Hukum (2) : KUHP

Pikirkan sejenak, kosongkan gelas kalian. Lalu resapi baik-baik gambar dibawah ini




Kita lihat sejenak penegakan hukum di Indonesia. Dari tulisan di blog saya sebelumnya (Ironi Hukum (1) : Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas) jelas terlihat bahwa penegakan hukum kita sangat lemah. Yang lemah tak dapat keadilan setara, yang kuat makin berkuasa. Apa saja dihalalkan. Hakim, jaksa, pengacara semuanya juga edan.

Dengan demikian, semakin lama hukum tak memberi keadilan. Supremasi hukum tiada artinya kalau integritas digadaikan. Hati nurani semakin terkikis. Mengapa? Semua karena uang. Dengan uang, kita bisa beli apapun yang kita mau. Uang adalah alat tukar dalam perdagangan. Maka dari itu kala manusia "mendewakan" uang, uang bisa dijadikan Tuhan kedua. 

Sekarang apa hubungannya dengan hukum? Yup, bisnis jual beli hukum. Pasal-pasal dalam undang-undang bisa digunakan untuk kepentingan pribadi. Modusnya? Lewat pengacara, hakim dan jaksa, bahkan kalau punya keluarga atau teman yang bekerja di bidang hukum, mereka bisa jadi "orang dalam" untuk memuluskan kepentingannya. Kalau imannya nggak kuat, pasti mereka akan tunduk dengan uang. Dasar orang Indonesia, lihat uang langsung matanya "hijau". Jangan lupa, di DPR kalau mau bikin UU harus ada "deal" dulu. Bisa jadi uang, jabatan atau yang lainnya jadi pelicin. Yang jelas, uang yang "berbicara".

Begitulah ironi negeri ini, dimana kasus-kasus hukum tidak diselesaikan secara hukum dulu, "Deal dulu"! (mengutip kata-kata Permadi dalam suatu acara). So, hukum kita adalah KUHP (Kasih Uang Habis Perkara).

Senin, 11 Januari 2016

Fanatisme Buta Orang Indonesia (1) : Klub Sepakbola

Sepakbola, olahraga termasyhur di dunia, bahkan sepakbola bisa disebut sebagai pemersatu dunia, selalu laris-manis untuk terus dibahas. Dari sisi klub, pemain bahkan hingga lifestyle (WAGs dsb) terus diberitakan. Tak salah kalau klub sepakbola punya daya tarik tersendiri bagi fans-fansnya. Karena itulah  penduduk dunia pasti menyukai klub-klub sepakbola masing-masing. Sepakbola bisa mempersatukan masyarakat dunia yang sedang dilanda perang. Mau ada perdamaian? Pilihlah sepakbola. Kuncinya adalah menyukai sepakbola maka pasti ada perdamaian. Dijamin 100% manjur. 

Masyarakat Indonesia sendiri sudah menggilai sepakbola. Di Indonesia bahkan sudah banyak komunitas pecinta klub sepakbola, sebut saja Madridista Indonesia (Real Madrid), Juventini Indonesia (Juventus), United Indonesia (Manchester United), Milanisti Indonesia (AC Milan) dan lain-lain. Sepakbola bagi orang Indonesia adalah hiburan. Di tengah menjamurnya tayangan Indonesia yang tidak bermutu seperti FTV, sinetron, film, berita gosip infotainment, dll, sepakbola merupakan tontonan nomor satu. Malah dianggap tayangan fardlu 'ain dibandingkan berita. Jangan heran, klub-klub luar negeri menyebut Indonesia adalah pasar bagi mereka. Pasar untuk meningkatkan rating siar dan penjualan merchandise klub mereka. Perhatikan saja, di pusat perbelanjaan bahkan warung kaki lima saja jualan merchandise klub sepakbola mulai dari kualitas KW3 hingga yang asli,

Sayangnya, kecintaan masyarakat Indonesia terhadap klub sepakbola khususnya sangat berlebihan. Di Indonesia sudah sering terdengar kericuhan dan tawuran antarsuporter. Korban tewas pun banyak. Kerugian materiil juga banyak, seperti fasilitas umum, rumah, stadion dll banyak yang rusak. Belum lagi ditambah muncul meme provokasi klub sepakbola di media sosial. Dimana banyak suporter klub sepakbola yang masih alay dan karbitan saling serang, bahkan ada yang berani taruhan aneh-aneh hingga sampai mengajak duel sampai mati. Lengkap sudah dengan adanya kisruh PSSI-Menpora. Pemicunya? Fanatisme buta terhadap klubnya. Mengapa bisa demikian?

Ada beberapa faktor, pertama adalah fanatisme kedaerahan. Seperti yang kita tahu Indonesia memiliki jumlah suku, ras dan bahasa terbanyak di dunia. Contoh klub sepakbola daerah di Indonesia yang terkenal adalah Persija Jakarta dan Persib Bandung. The Jak (suporter Persija) sudah lama bermusuhan dengan Viking (Persib). Apalagi bahasa daerah mereka berbeda. Ditambah gengsi prestasi klub, komplit sudah permusuhan mereka. Upaya perdamaian pun selalu kandas

Kedua, terprovokasi berita. Ambil saja El Clasico. Rivalitas Real Madrid dan Barcelona sampai sekarang masih menggurita dari klub hingga suporternya. Pemberitaan yang luas membuat di media sosial sering saling serang antara kedua suporter itu. Baik psywar hingga rasis. Di Indonesia? Ada juga, contohnya Bonek (suporter Persebaya Surabaya) dan Aremania (suporter Arema Cronus Malang). Gara-gara pemberitaan di media sosial, Bonek dan Aremania terlibat bentrok. Demi harga diri, solidaritas klub hingga daerah, harta dan nyawa jadi taruhannya. Sampai sekarang kedua suporter ini masih panas (tidak akur).

Ketiga, mental orang Indonesia. Inilah problem utama sebenarnya. Diharapkan pemerintah sekarang yang menyerukan "Revolusi Mental", tidak ada saling serang dan bentrok antar klub sepakbola. Tapi kenyataannya? Masih saja terjadi. Fanatisme buta orang Indonesia terhadap klub sepakbola kesayangannya sudah mengakar kuat. Tuhan pun bahkan mereka gadaikan demi klub kesayangannya. Seakan-akan mereka dan klub kesayangannya paling benar sendiri dan berhak mem-bully suporter klub lawan maupun klubnya. Masih banyak kan yang seperti itu? Teman jadi lawan, begitupun sebaliknya. Politik yang merasuki sepakbola Indonesia semakin menambah rusak mental kita.

Maka kesimpulannya adalah fanatisme orang Indonesia terhadap klub sepakbola sangatlah kuat. Hanya dengan merubah mental dan introspeksi diri itulah yang mampu mengurangi fanatisme buta kita. Merubah mental seseorang itu sulit. Kalau dalam hadits (dalam Islam) dikatakan "Allah tak akan merubah nasib seseorang sebelum seseorang itu berusaha sendiri". Mulai sajalah dari hal kecil seperti tetap respect terhadap orang lain meskipun klub idolanya berbeda dengan kita. Pasti tak akan terjadi hal seperti itu. Rival hanya 90 menit, setelah itu tetap sportif. Jangan lupa camkan "Bhinneka Tunggal Ika". Itulah kuncinya. 


Saling respect antara Messi dan Ronaldo


Harapan kita

Minggu, 10 Januari 2016

Foodtraveller : Ayam Goreng Jawa "Mbah Cemplung", Gurihnya Ayam Goreng di Pedesaan

Siang tadi saya diceritakan bapak saya dapat info (referensi) warung makan enak di Jogja sama temannya waktu reunian kampus. Katanya ada tempat warung makan ayam goreng yang "maknyuss" (pinjem kata Pak Bondan Winarno hehe). Namanya Ayam Goreng Jawa "Mbah Cemplung". Hah? Cemplung kan kalo diartikan dalam bahasa jawa artinya nyebur, nggak salah tuh?? Ya sudah daripada mikir lama mending langsung aja ke TKP cuss....Kebetulan TKP-nya arah ke PG/PS Madukismo gitu (tempat saya KP disana). Wiiih....kalo dulu ngerti udah pasti sering makan siang disana hehe....


Bener saja, sampai di TKP tempatnya ramai, banyak mobil datang disana. Pantes aja ramai dan tempatnya nyaman (khas pedesaan). Kira-kira begini gambarannya : 


Bagaimana?? Pasti ngiler ya?? Hehehe..Ya udah saya jelasin nih menu andalannya jelas ayam goreng. Rasanya enak, gurihnya pas, dagingnya empuk dan ukurannya besar pula. Ini nih menu andalannya : 




Besar bukan? Kalau gak percaya silakan mampir dijamin gak rugi deh. Soalnya nih, 1 ekor ayam goreng utuh bisa disantap 3-4 orang bareng-bareng. Cocok tuh bagi penggila foodtraveller maupun keluarga yang pengen makan disana. Selain itu nih menu sampingan berupa tempe goreng, tahu goreng dan terong goreng plus sambal hijau yang pedas dengan lalapan dijamin bikin puas. Apalagi disantap dengan nasi hangat pasti bakal menambah citarasa menyantap hidangan ini.

Oh iya bagi foodtraveller maupun wisatawan yang berlibur di Jogja gak ada salahnya deh mampir ke warung ini. Tempatnya memang mblusuk, tapi justru disitu sensasinya! Di Jogja kalau gak mblusuk gak bakal deh dicari. Warung ini sudah ada sejak tahun 1973. Kalau masih ramai kayak gini berarti kan rasanya tetap enak dan maknyuss. Salut deh! Bagi yang pengen kesana ini dia alamatnya : 




Mau coba? Silakan mampir kesana. Bagi yang gak hafal jalan Alhamdulillah kalau dicari di GPS sudah ada. Tinggal ikutin rute dan petunjuknya dan selamat menikmati!!

Ayam Goreng Jawa Mbah Cemplung : 
Pusat : Sendang Semanggi, Sambungatan, Bangunjiwo, Kasihan, Kab.Bantul, DIY
Cabang : Jl. Padokan Lor RT.05 Tirtonirmolo, Kasihan, Kab.Bantul, DIY (Utara PG/PS Madukismo) (masuk lewat jalur lambat Ring Road Selatan Jogja)
Buka : 08.00 - 14.00 WIB

#foodtraveller #gastronomy #Jogja #Indonesia

Ironi Hukum (1) : Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Timbangan, itulah lambang hukum. Hukum haruslah adil seperti ini :


Dari sini terlihat kalau penegakan hukum betul-betul dilaksanakan, maka hasilnya seperti diatas. Tidak ada yang dominan menang maupun kalah. Sama-sama diuntungkan. Ibaratnya, seperti menghasilkan simbiosis mutualisme (win-win solution).

Kenyataannya, penegakan hukum (khususnya di Indonesia) masih sangat lemah. Bahkan secara kasarnya orang menyebut "amburadul". Faktanya jelas, banyak keputusan yang tak adil dan menguntungkan salah satu pihak yang menang saja. Sudah begitu, diperparah dengan adanya suap-menyuap (baca : Korupsi Kolusi Nepotisme) antara hakim, jaksa, pengacara dan tersangka. Sogokannya? Macam-macam. Mulai dari fulus, deal bisnis, jabatan bahkan wanita. Anggap sajalah sogokannya harta tahta wanita (MABUK DUNIA bray hahaha). Kurang satu lagi, nafsu serakah manusia. Dasar kodrat kehidupan manusia selalu tak pernah puas. Kebaikan dan kejahatan selalu ada secara beriringan.

Well, tak heran kalau banyak orang hanya bisa berdoa pada Tuhan semoga mereka mendapat keadilan. Di zaman yang sudah edan (mau dekat kiamat pula) orang sudah malas berharap pada Yang Mulia Hakim atau Jaksa atau yang lainnya lah. Institusi penegak hukum (baca : polisi) sudah banyak korup, pake kasus rekening GENDUT pula. Berharap pada DPR? Halah bikin UU saja leletnya setengah mati. Mana anggotanya politikus pula. Bubar dah fungsi legislasi!! Hukum tambah bobrok!! Kemana harus berharap jika mereka sudah tidak memberi keadilan buat semua manusia (baca : rakyat).

Rasa-rasanya di Indonesia emang layak kita sebut : Hukum TAJAM KE BAWAH, TUMPUL KE ATAS. Selagi hukum tidak memberi keadilan maka tak salah kan kalau disebut demikian. Masih mau berharap hukum ditegakkan? Maka biarkanlah hati nurani berbicara. Gak usah sok-sokan ngomong tegakkan supremasi hukum kalau hukumnya saja masih amburadul. Introspeksi dan gunakan hati nurani bahwa keadilan tidak bisa diuangkan dengan apapun

There is no such thing as justice — in or out of court. ~Clarence Darrow, 1936

Sabtu, 09 Januari 2016

Secangkir Kopi

Malam semakin larut
Tugas banyak menuntut
Deadline semakin dekat
Laksana emas yang mulai berkarat

Rasa kantuk semakin kuat
Tak ada waktu untuk istirahat
Ibadah untuk rehat
Demi melepas penat

Di saat waktu terus mendesak
Pikiran terhempas ombak
Tiba-tiba tercium aroma semerbak
Dari tempat aku berpijak


Aku mulai menyadari
Aroma semerbak ini
Dan akupun datang kemari
Di tempat yang kukunjungi


Ah, inilah pendampingku
Yang terus menemaniku
Tanpa pandang waktu
Tanpa pandang bulu


Inilah pendamping yang terus ada
Bukan sekedar pelepas dahaga
Tapi sebuah kenikmatan yang tiada duanya
Yaitu secangkir kopi yang luar biasa






Jumat, 08 Januari 2016

Kekuasaan (Satire)

Kau melihat sendiri
Orang beramai-ramai
Meraih sesuatu seolah tidak peduli
Dengan apa yang terjadi



Kau akhirnya berlomba-lomba
Bekerja dan berusaha
Tak peduli harta bahkan nyawa
Demi prestise yang berharga



Apakah yang dimaksud engkau
Mengapa semua orang berebut demi aku
Padahal aku hanyalah sesuatu
Yang hanyalah sesaat dalam waktu



Kini telah ketahuan
Diriku tak bisa disembunyikan
Karena aku adalah kekuasaan
Dimana demi aku, segala cara dihalalkan



Demi aku, bumi hangus lawan harus
Tak peduli yang lain menangis
Kau gunakan cara yang bengis
Agar kau menggunakan aku untuk menindas



Machiavelli adalah pegangan
Tuhan pun engkau dustakan
Demi langgengnya kekuasaan
Hingga kau masuk kuburan




  

Selasa, 05 Januari 2016

First Blog, Apa yang Sebaiknya Ditulis di Blog Pertama

Halo mas/mbak bro

Welcome to my first blog aldyws, dengan author
sesuai namanya Aldy WS. Karena baru pertama jadi mau nulis apapun masih bingung lah haha. Bingung mau tulis apa, wajar karena orang pasti pengen tau apa yang sebaiknya ditulis di blog pertama. Itu pertanyaan pertama bagi para new blogger termasuk saya sendiri. Kalo sudah pengalaman di dunia blog, pasti akan mudah untuk tulis apapun untuk postingan pertama. Beda kalo masih "anak awam", mikir dulu sebelum menulis sampai-sampai jadi baper.

Well, apa yang harus ditulis pertama kali di blog? Jawaban pastinya jelas berbeda-beda. Soalnya nih, masing-masing individu punya ide sendiri-sendiri buat menulis sesuatu yang pertama kali bakal diposting. Kalo saya nih, perkenalan dulu. Kalo yang lain mungkin saja langsung tutorial, headline berita, cara wirausaha/bisnis, dan sebagainya. Yang pasti, justru hal itu yang bikin blog makin berwarna dan bisa saling sharing juga antar blogger. Hitung-hitung, nambah banyak teman nih hehehe.

Nah mungkin cukup sekian tulisan blog pertama saya mengenai Apa yang Sebaiknya Ditulis di Blog Pertama. Semoga bermanfaat, terimakasih